Sabtu, 24 Januari 2015

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan dan Pertumbuhan



BAB I
PENDAHULUAN

A.              Latar Belakang

Setiap manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan dan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan setiap idividu berbeda. Maka dari itu penulis akan membahas tentang faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan, yang pertama yaitu faktor hereditas (keturunan) maksudnya karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen”.
Yang kedua itu faktor lingkungan. lingkungan itu “keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu”. Faktor lingkungan dapat di paparkan sebagai berikut: lingkungan keluarga, dipandang sebagai faktor penentuan utama terhadap perkembangan anak. Sebelum anak terjun kemasyarakat dan sekolah, anak dilingkungan keluar terlebih dahulu yang mendidik anak tersebut orang tuanya.
Lingkungan sekolah, Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan pelatih dalam rangka membantu para siswa mampu mengembang potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun fisik-motoriknya. Kelompok teman sebaya, Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap anak bisa positif atau negatif. Yang terakhir  media massa, salah satunya yaitu televisi bisa memberikan informasi tentang pendidikan, hiburan dan juga kenegatifan.  Akibat kita/pendidik bisa memahami faktor pertumbuhan dan perkembangan, anak didik akan mudah dalam belajar dan akan tercapainya sesuatu yang diinginkan

B.          Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah:
·      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan?

C.         Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu:
·      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.

D.            Manfaat
1.        Bagi mahasiswa
a.         Menambah pengetahuan tentang faktor pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
b.         Meningkatkan kualitas tenaga pendidik dalam memahami pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
2.        Bagi penyaji
a.         Menambah wawasan tentang faktor genetik.
b.         Menambah wawasan tentang faktor lingkungan (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, kelompok teman sebaya dan media massa)



BAB II
PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

A.    Faktor Genetika (Hereditas)
Menurut Yusuf (2011: 21) hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen”.
Menurut Yusuf & Nani (2011: 31) pada masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma), seluruh bawaan hereditas individu dibentuk dari 23 kromosom (pasangan xx) dari ibu dan 23 kromosom (pasangan xy) dari ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat-sifat fisik dan psikis individu atau yang menentukan potensi-potensi hereditasinya. Dalam hal ini tidak ada seorang pun yang mampu menambah atau mengurangi potensi hereditasi tersebut.
Masa dalam kandungan dipandang sebagai periode yang kritis dalam perkembangan kepribadian individu, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola-pola kepribadian, tetapi juga sebagai masa pembentukan kemampuan-kemampuan yang menentukan jenis penyesuaian  individu terhadap kehidupan setelah kelahiran. Agar janin dalam kandungan pertumbuhannya sehat, maka ibu yang mengandung perlu memperhatikan kesehatan dirinya, baik fisik maupun psikis.
Menurut Yusuf & Nani  (2011: 22) pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung adalah:
a)             Kualitas sistem syaraf.
b)             Keseimbangan biokimia tubuh.
c)             Struktur tubuh.
Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah:
a)             Sebagai sumber bahan mentah (raw materials) kepribadian seperti fisik, inteligensi dan temperamen.
b)             Membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungan sangat kondusif, perkembangan kepribadian itu tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas),
c)             Memengaruhi keunikan kepribadian.

Sehubungan dengan hal diatas, Menurut Cattel dkk., yang dikutip oleh  Yusuf & Nani (2011: 22) mengemukakan bahwa “ kemampuan belajara dan penyesuaan diri individu dibatasi oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri”. Misalnya kapasitas fisik (perawakan, energi, kekuatan, dan kemenarikannya), dan kapasitas intelektual (cerdas, normal, atau terbelakang). Meskipun begitu, batas-batas perkembangan kepribadian, bagaimanapun lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Contoh seorang anak yang tubuhnya kecil (kerdil atau kurus) mungkin akan mengembangkan “self-concep” yang negatif, apabila dia berkembang dalam lingkungan sosial yang sangat menghargai ukuran tubuh yang atletis. Sama halnya dengan seorang wanita yang ukuran tubuh yang atletis. Sama halnya dengan seorang wanita yang ukuran tubuhnya gendut dan wajahnya tidak cantik, dia akan merasa inferior (rendah diri), apabila berada dalam lingkungan yang sangat menghargai wanita dari segi kecantikannya.

Menurut Fauzi (2004: 98) turunan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia lahir kedunia ini membawa berbagai ragam warisan (turunan atau pembawaan) tersebut terpenting antara bentuk:
a.              Bentuk tubuh dan warna kulit
          Salah satu warisan yang di bawa oleh anak sejak lahir adalah mengenai bentuk tubuh dan warna kulit. Misalnya ada anak yang memiliki bentuk tubuh gemuk seperti ibunya, wajah seperti ayahnya, rambut kriting dan berwarna kulit putih seperti ibunya. Bila anak yang berpembawaan gemuk seperti ini, bagaimanapun susah hidupnya nanti, dia sukar menjadi kurus, tetapi sebaliknya sedikit saja ia makan, akan mudah menjadi gemuk. Demikian juga dengan rambut kriting, bagaimanapun berusaha untuk meluruskanya akhirnya akan kembali menjadi kriting.
b.             Sifat-sifat
Sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang adalah salah satu aspek yang diwarisi dari ibu, ayah, atau nenek dan kakek. Bermacam-macam sifat yang dimiliki manusia, misalnya: penyabar, pemarah, kikir, pemboros,  hemat dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut dibawa manusia sejak lahir. Ada yang dapat dilihat atau diketahui selagi anak masih kecil dan ada pula yang diketahui sesudah ia besar. Misalnya sifat keras (pelawan atau bandel) sudah dapat dilihat waktu anak masih berumur  kurang dari satu tahun, sedangkan sifat pemarah baru dapat diketahui setelah anak lancar berbicara, yaitu sekitar lima tahun. Sifat atau tabiat berbeda dengan kebiasaan. Sifat sangat sukar diubah, sedangkan kebiasaan dapat diubah setiap saat bila dikehendaki dengan sungguh-sungguh. Kebiasaan minum-minuman keras, mabuk, main judi, mencuri dan sebagainya. Bisa diubah dari diri seseorang.
c.              Intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah kemampuan yang bersifat umum tersebut meliputi berbagai jenis kemampuan psiki, seperti: abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat, berbahasa, dan sebagainya.
d.             Bakat
Bakat adalah kemampuan khusus yang menonjol di antara berbagai jenis kemampuan yang dimiliki seseorang. Kemampuan khusus itu biasanya berbentuk keterampilan atau suatu bidang ilmu, misalnya kemampuan khusus (bakat) dalam bidang seni musik, seni suara, olahraga, matematika, bahasa, ekonomi, teknik, keguruan, sosial, agama, dan sebagainya. Seseorang umumnya memiliki bakat tertentu yang terdiri dari satu atau lebih kemampuan khusus yang menonjol dari bidang lainya. Tetapi ada juga yang tidak memiliki bakat sama sekali artinya dalam semua bidang ilmu dan keterampilan dia lemah. Ada pula sebagian orang memiliki bakat serba ada, artinya hampir semua bidang ilmu dan dan keterampilan, dia mampu menonjol. Orang seperti itu tergolong istimewa dan sanggup hidup dimana saja.
e.              Penyakit atau cacat tubuh
Beberapa penyakit atau cacat tubuh bisa berasal dari turunan, seperti penyakit kebutaan, syaraf dan luka yang sulit kering (darah terus keluar). Penyakit yang dibawa sejak lahir akan terus mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak.

B.       Faktor Lingkungan
Menurut Yusuf & Nani (2011: 23) lingkungan adalah “keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu”. Faktor lingkungan dapat di paparkan sebagai berikut, yaitu:
1.             Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga dipandang sebagai faktor penentuan utama terhadap perkembangan anak. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah Saw, bersabda:
“Tiap bayi lahir dalam keadaan fitrah (suci). Orang tuanyalah yang membuat ia menjadi Yahudi (jika mereka Yahudi), Nasrani (jika mereka Nasrani), atau Majusi (jika mereka Majusi). Seperti binatang yang lahir sempurna, adakah engkau melihat mereka terluka pada saat lahir” (Aliah B.Purwakania Hasan, 2006).

Menurut Yusuf & Nani (2011: 23-24) alasan tentang pentingnya peranan keluarga bagi perkembangan anak, adalah:
a.              Keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak.
b.             Keluarga merupakan lingkungan pertama yang mengenal nilai-nilai kehidupan kepada anak.
c.              Orang tua dan anggota keluarga lainya merupakan “significant people” bagi perkembangan kepribadian anak.
d.             Keluarga sebagai institusi yang memfasilitaskan kebutuhan dasar insani (manusiawi), baik yang bersifat fisik-biologis, maupun sosiopsikologis.
e.              Anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.
Menurut Hamer & Turner yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 24) peranan orang tua yang sesuai dengan fase perkembangan anak adalah :
a.              Pada masa bayi  orang tua berperan sebagai perawat. Ibu dan/atau ayah mempunyai peranan untuk memelihara keberhasilan dan kesehatan anak, seperti memberikan asupan makanan yang bergizi, memandikan, dan memakai pakai yang bersih.
b.             Pada masa kanak-kanak orang tua berperan sebagai pelindung. Pada saat anak sudah mulai merangkak dan berjalan, orang tua perlu memberikan perhatian ekstra, untuk menjaga atau melindunginya, karena pada saat itu anak sudah mulai melakukan eksplorasi lingkungannya. Dia sudah dapat bergerak dari satu tempat ketempat lain (di dalam atau halaman rumah), dan mencoba untuk memanipulasi (merabah, menarik, mendorong, atau mengotak-ngatik) benda-benda sehingga apabila orang tua kurang memperhatikannya, ada kemungkinan anak mengalaman kecelakan, seperti luka, terpeleset, atau jatuh.
c.              Pada usia prasekolah orang tua berperan sebagai pengasuh (nurturer). Kertika anak sudah mengijak usia prasekolah, pada umumnya (terutama yang bertempat tinggal di perkotaan) anak sudah masuk TK atau RA. Untuk itu orang tua perlu memberikan asuhan atau bimbingan kepada anak, seperti :
1). Membiasakan anak untuk memakai pakain sendiri dan makan sendiri.
2).   Memelihara kebersihan diri dan lingkunan .
3). Membimbing cara-cara berhubungan sosial dengan teman di sekolah.
4).  Membiasakan anak untuk mengerjakan PR nya sendiri.
d.  Pada masa sekolah dasar orang tua berperan sebagai pendorong (encourager). Anak usia SD sudah memiliki aktivitas yang cukup banyak, terutama yang terkait dengan bidang akademik dan sosial (ekstrakurikuler) yang diprogramkan sekolah. Terkait dengan hal itu, orang tua perlu mamfasilitaskan aktivitas anak terssebut, yaitu dengan cara memotivasi atau mendorongnya agar anak tetap semangat uktuk aktif  mengikuti kegiatan yang diprogramkan sekolah.
e.       Pada masa praremaja dan remaja orang tua berperan sebagai konselor (counselor). Istilah konselor di sini bukan dimaksudkan seorang profesional yang memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, tetapi bagaimana orang tua menerapkan sikap dan perlakuan kepada anak layaknya seperti konselor yang berfungsi sebagai fasilisator dan motivator bagi anak dalam mencapai perkembangannya. Pada usia remaja, perkembangan anak sedang mengarahkan ke sikap independen, yaitu keinginan untuk bebas dari campur tangan orang lian, sehingga dia tidak mau lagi diperlakukan seperti anak kecil. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih baik dalam menghadapi anak yang sudah remaja adalah dialog. Contohnya pada saat anak memilih jurusan disekolah, atau memiliki jurusan disekolah atau memilih jurusan diperguran tinggi, maka sebaiknya orang tua tidak mendiktenya atau mengharuskan anak memilih jurusan atau perguruan tinggi tertentu, tetapi mendialogkan tentang apa jurusan itu, apa persyaratan masuk jurusan itu, mengapa memilih jurusan itu, dan bagaimana proses pembelajaran dijurusan tersebut.

Menurut Yusuf (2011: 42) faktor-faktor lingkungan keluarga yang dipandang mempengaruhi perkembangan anak yaitu:
a.           Keberfungsian keluarga
Seiring perjalanan hidupnya yang diwarnai faktor internal (kondisi fisik, psikis, dan moralitas anggota keluarga) dan faktor eksternal (perubahan sosial-budaya), maka setiap keluarga mengalami berubahan yang beragam. Ada keluarga yang semakin kokoh dalam menerapkan fungsinya (fungsional-normal) tetapi ada juga keluarga yang mengalami keretakan atau ketidak harmonisan (disfungsional/tidak normal). Keluarga yang fungsional (normal) yaitu keluarga yang telah mampu melaksanakan fungsinya sebagaimna yang sudah dijelaskan. Disamping itu, keluarga yang fungsional ditandai oleh karakteristik:
1)        Saling memperhatikan dan mencinta.
2)        Bersikap terbuka dan jujur.
3)        Orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya.
4)        Ada “sharing” masalah atau pendapat dianggota keluaraga.
5)        Mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya.
6)        Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi.
7)        Orang tua melindungi (mengayomi) anak.
8)        Komunikasi keluarga berlangsung dengan baik.
9)        Keluarga memenuhi psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai budaya dan.
10)    Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Menurut Alexander A. Schneiders yang dikutip oleh Yusuf (2011: 43) mengemukakan bahwa  keluarga ideal ditandai oleh ciri-ciri:
1)             Minimnya perselisihan antar orang tua atau orang tua dengan anak.
2)             Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan.
3)             Penuh kasih sayang.
4)             Penerapan disiplin yang tidak keras.
5)             Ada kesempatan bersifat mandiri dalam berpikir, merasa dan berperilaku.
6)             Saling menghormati, menghargai (mutual respect) diantara orangtua dengan anak.
7)             Ada konferensi (musyawarah) keluarga dalam memecahkan masalah.
8)             Menjalani kebersamaan (kerja sama antar orang tua dan anak)
9)             Orang tua memiliki emosi yang stabil.
10)         Berkecukupan dalam bidang ekonomi.
11)         Mengamalkan nilai-nilai moral dan agama.
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan funsi-fungsi seperti telah diuraikan diatas, keluarga tersebut mengalami stagnasi (kemandengan) atau disfungsi yang pada gilirannya akan merusak kekokohan konstelasi keluarga tersebut (khususnya terhadap perkembangan pribadi anak).
Menurut Dadang Hawari yang dikutip oleh Yusuf (2011: 43-44) anak yang dibesarkan dalam keluara yang mengalami disfungsi mempunyai resiko yang lebih besar untuk berkembang jiwanya (misalnya, keperibadian anti sosial), dari pada anak yang dibesarkan dari keluarga yang harmonis dan utuh (sakinah). Ciri-ciri keluarga yang mengalami disfungsi itu adalah:
a)             Kematian salah satu atau kedua orang tua.
b)             Kedua arang tua berpisah atau bercerai (divorce).
c)             Hubungan kedua orang tua tidak baik (poor marriage).
d)            Hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor paerent-child relationship).
e)             Suasana keluarga yang tegang dan tanpa kehangatan (hing tensionand low warmth).
f)              Orangtua sibuk dan jarang berada dirumah (parent’s absence) dan.
g)             Salah satu kedua orangtua mempunyai kelayinan atau gangguan kejiwaan (personality or psychological disorder).

b.             Pola Hubungan Orangtua-Anak (Sikap atau Perilaku Orangtua terhadap Anak)
Terdapat beberapa sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak yang mempunyai pengaruh tersendiri terhadap keperibadian anak. Menurut  Hurlocck dkk., yang dikutip oleh Yusuf (2011: 48-50)  pola-pola tersebut dapat disimak pada tabel berikut.
Tabel 2.1:      Sikap atau Perilaku Orang Tua dan Dampaknya terhadap Kepribadian Anak
Pola Perilakuan Orang Tua
Perilaku Orang Tua
Profil Tingkah Laku Anak
1.      Overprotection (terlalu melindungi)
1.       Kontak yang berlebihan dengan anak.
2.    Perawat/emberian bantuan kepada anak terus menerus, meskipun anak sudah mampu merawat dirinya sendiri.
3.    Mengawasi kegiatan anak secara berlebihan.
4.    Memecahkan masalah anak.
1.      Perasaan tidak aman.
2.      Agresif dan dengki.
3.      Mudah merasa gugup
4.      Melarikan diri dari kenyataan.
5.      Sangat tergantung.
6.      Ingin menjadi pusat perhatian.
7.      Bersikap menyerah
8.      Lemah dalam “ego strength”,  aspiratif dan toleransi terhadap frustasi.
9.      Kurang mampu mengendalikan emosi.
10.  Menolak tanggung jawab.
11.  Kurang percaya diri.
12.  Mudah terpengaruh.
13.  Peka terhadap kritik.
14.  Bersikap “yes men
15.  Egois/selfish.
16.  Suka bertengkar.
17.  Troublemaker (pembuatan onar)
18.  Sulit dalam bergaul.
19.  Mengalami “homesick”.
2.      Permissiveness (pembolehan)
1.      Memberikan kebebasan untuk berfikir atau berusaha.
2.      Membuat anak merasa diterima dan merasa kuat.
3.      Menerima gagasan/pendapat.
4.      Toleran dan memahami kelemahan anak.
5.      Cenderung lebih suka memberi yang diminta anak dari pada menerima.
1.      Pandai mencari jalan keluar.
2.      Dapat bekerjasama.
3.      Percaya diri.
4.      Penuntut dan tidak sabaran.
3.      Rejection (penolakan)
1.      Bersikap masa bodoh.
2.      Bersikap kaku.
3.      Kurang memperdulikan kesejahteraan anak.
4.      Menampilkan sikap permusuhan atau dominasi terhadap anak.
1.      Agresif (mudah marah, gelisa, tidak patuh/keras kepala, suka bertengkar dan nakal)
2.      Submissive (kurang dapat mengerjakan tugas, pemalu, suka mengasingkan diri, mudah tersinggung dan penakut)
3.      Sulit bergaul
4.      Pendiam
5.      Sadis
4.      Acceptance (penerimaan)
1.      Memberikan perhatian dan cinta kasih yang halus kepada anak
2.      Menempatkan anak dalam posisi yang penting di dalam rumah
3.      Mengembangkan hubungan yang hangat dengan anak
4.      Bersikap respek terhadap anak
5.      Mendorong anak untuk menyatakan perasaan atau penapat
6.      Bekomunikasi dengan anak secara terbuka dan mau mendengarkan masalahnya.
1.      Mau bekerja (kooperatif)
2.      Bersahabat (friendly)
3.      Loyal
4.      Emosinya stabil
5.      Ceria dan bersikap optimis
6.      Mau menerima tanggung jawab
7.      Jujur
8.      Dapat dipercaya
9.      Memiliki perencanaan yang jelas untuk mencapai masa depan.
10.  Bersikap realitis (memahami kekuatan dan kelemahan dirinya secara objektif)

5.      Domination (Dominasi)

Mendominasi anak
1.      Bersikap sopan dan sangat berhati-hati
2.      Pemalu, penurut, inferior, dan mudah bingung
3.      Tidak dapat bekerjasama
6.      Submission (penyerahan)
1.      Senantiasa memberikan sesuatu yang dimintah anak
2.      Memberikan anak berperilaku semuanya di rumah
1.      Tidak patuh
2.      Tidak bertanggung jawab
3.      Agresif dan teledor/lalai
4.      Bersikap otoriter
5.      Terlalu percaya diri.
7.      Punitiveness/
Overdiscipline
(terlalu disiplin)

1.      Mudah memberikan hukuman
2.      Menanamkan kedisiplinan secara keras
1.      Impulsif
2.      Tidak dapat mengambil keputusan
3.      Nakal
4.      Sikap bemusuhan atau agresif


Menurut Baumrind yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 28) mengemukakan hasil penelitiannya melalui observasi dan wawancara terhadap siswa TK (Taman Kanak). Penelitian ini dilakukannya, baik dirumah maupun disekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya perlakuan orang tua (parenting style) dan kontribusi terhadap kompetensi sosial, emosional, dan intelektual siswa. Hasil penelitian dapat disimak pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2:  Dampak Parenting Style terhadap Perilaku Anak
Parenting Style
Sikap atau Prilaku Oarang Tua
Profil Prilaku Anak
1.      Aunthoritarian
1.      Sikap “acceptance” rendah, namun kontrolnya tinggi.
2.      Suka menghukum secara fisik
3.      Besikap mengomando (memerintah/mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi)
4.      Bersikap kaku (keras)
5.      Cenderung emosional dan bersikap menolak.
1.      Mudah tersinggung
2.      Penakut
3.      Pemurung
4.      Mudah terpengaruh
5.      Mudah stres
6.      Tidak mempunyai arah masa depan yang jelas
7.      Tidak bersahabat
2.      Permissive
1.      Sikap “acceptance” nya tinggi, namun kontrolnya rendah.
2.      Memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan keinginan
1.      Bersikap impulsif dan agresif
2.      Suka memberontak
3.      Kurang memiliki rasa percaya diri dan mengendalikan diri
4.      Suka mendominasi
5.      Tidak jelas arah hidupnya
6.      Prestasi rendah
3.      authoritative
1.      sikap “acceptance” dan kotrolnya tinggi
2.      bersikap responsif terhadap kebutuhan anak
3.      mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyan
4.      memberikan penjelaskan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk.
1.      Bersikapbersahabat
2.      Memiliki rasa percaya diri
3.      Mampu mengendalikan diri (seltf control)
4.      Bersikap span
5.      Mau bekerja sama
6.      Memilki rasa ingin tahunya yang tinggi
7.      Mempunyai arah atau tujuan hidup yang jelas
8.      Berorientasi terhadap prestasi.

2.      Lingkungan sekolah
Menurut Yusuf & Nani (2011: 30) sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan pelatih dalam rangka membantu para siswa mampu mengembang potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun fisik-motoriknya.
Menurut Yusuf & Nani (200: 30) beberapa faktor sekolah yang berkontribusi positif terhadap perkembangan siswa atau anak diantaranya:
a)             Kejelasan visi, misi, dan tujuan yang akan dicapai.
b)             Pengelolaan atau manajerial yang profesional.
c)             Para personel sekolah memiliki komitmen yang tinggi terhadap visi,  misi, tujuan sekolah.
d)            Para personal sekolah memiliki semangat kerja yang tinggi, merasa senang, disiplin, dan rasa tanggung jawab.
e)             Para guru memiliki kemampuan akademik dan profesi yang menandai.
f)              Sikap dan perilaku guru terhadap siswa, memberikan kesempatan kepada kepada siswa untuk berpendapat atau bertanya.
g)             Para guru menampilkan perannya sebagai guru dalam cara-cara yang selaras dengan harapan siswa, begitupun siswa menampilkan perannya sebagai siswa dalam cara-cara yang selaras dengan harapan guru.
h)             Tersedia sarana-prasarana yang memadai, seperti: kantor kepala dan guru, ruang kelas, ruang laboratorium  (praktikum), perlengkapan kantor, perlengkapan belajar, perpustakaan, alat peraga, halam sekolah, dan fasilitas bermain, tempat beribadah, dan toilet.
i)               Suasana hubungan sosio-emosional antar pimpinan sekolah, guru-guru, siswa, petugas administrasi, dan orang tua siswa berlangsung secara harmonis.
j)               Para personel sekolah merasa nyaman dalam bekerja karena terpenuhi kesejahteraan hidup.
Menurut Sigelman & Shaffer yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 31) mengemukakan tentang kinerja guru yang efektif, yaitu mampu menciptakan lingkungan belajar disekolah sebagai berikut:
a)             Menekankan pencapaian akademik (keberhasilan belajar) dengan cara memberikan pekerjaan rumah, dan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum.
b)             Mengelola aktivitas kelas secara efektif dengan mengkreasi tugas-tugas namun senantiasa dalam suasana yang menyenangkan, seperti memberikan instruksi tugas secara jelas, mendorong siswa untuk mengerjakan tugas, dan memberikan reward kepada siswa yang hasil kerjanya bagus.
c)             Mengelola masalah kedisiplinan secara efektif (menangani anak bermasalah dengan baik, tanpa memberikan hukuman secara fisik).
d)            Membangun kerja sama dengan guru lain sebagai suatu tim kerja yang secara bersama berusaha mencapai tujuan kurikulu.
Seiring dengan program pemerintah mengenai pendidikan karakter, maka sekolah memiliki tanggung jawab untuk merialisasikannya melalui pengintergrasian pendidikan karakter tersebut ke dalam program pendidikan secara keseluruhan. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah diharapkan menjadi centre of nation character building” (pusat pembangunan karakter bangsa). Pendidikan karakter ini bukan mata pelajaran, tetapi nilai-nilai karakter itu harus ditanamkan kepada peserta didik melalui proses pembelajarn dikelas maupun diluar kelas. Untuk memahami apa itu karakter, karakter apa yang perlu dikembangkan dan bagaimana mengembangankanya, berikut paparannya:
a.              Pengertian karakter
Menurut Kemendiknas yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 32-33)  menjelaskan bahwa karakter adalah “watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang berbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (vertues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebijakan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan kepada orang lain”. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.
b.             Karakter yang dikembangkan
Menurut Kemendiknas yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 33) menyatakan bahwa nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa di identifikasi dari sumber-sumber berikut:
1)        Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaan.
2)        Pancasila: negara kesatuan Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidup kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakat, budaya, dan seni.
3)        Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu.
4)        Tujuan pendidikan  nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia,dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur.
c.      Strategi pengembangan disekolah dijelaskan pada paparan berikut:
1.             Menciptakan iklim religius kondusif: strategi ini dimaksud adalah bahwa sekolah, dalam hal ini pihak pimpinan sekolah, guru-guru, dan staf sekolah lainya perlu memiliki komitmen yang sama untuk merealisasikan (mengamalkan) nilai-nilai agama atau ketakwaan pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dalam proses pendidikan di sekolah.
2.             Menata iklim sosio-emosional. Sekolah merupakan lingkungan yang diharapkan dapat mengembangkan kompetensi sosial siswa. Untuk itu sekolah perlu memfungsikan dirinya sebagai lingkungan yang mendukung berkembangnya kedua kompetensi tersebut.
3.             Membangun budaya akademik. Sekolah sebagai lembanga pendidikan perlu membangun budaya akademik dikalangan para siswa. Yang dimaksud dengan budaya akademik disini adalah merujuk kepada sikap mental, kebiasaan, dan perilaku yang terkait dengan proses pengembangan intelektual, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Termasuk didalam aspek kejujuran akademik (tidak mencontek atau menjadi plagiator), dan etos pelajar sepanjang hayat, yang diwujudkan dalam aktivitas kedisiplinan belajar, kebiasan membaca buku, mengerjakan tugas-tugas tepat waktu, dan mencari informasi dari berbagi media (cetak dan elektronik) yang terkait dengan materi pelajaran atau ilmu pengetahuan lainnya yang positif.
4.             Terpadunya dengan proses pembelajaran. Pendidikan karakter bukan mata pelajaran, tetapi setiap guru dituntut untuk menanamkan nilai-nilai karakter (akhlak mulia) itu kepada para siswa. Cara yang dapat ditempuh oleh guru dalam menanamkan karakter tersebut, diantaranya adalah:
a)         Memberikan teladan kepada siswa dalam berturut kata yang santun,  berpakaian yang bersih dan sopan (menutup aurat bagi yang muslim), dan disiplin dalam mengajar.
b)        Mengaitkan nilai-nilai karakter dengan materi pelajaran.
c)         Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukakan pendapat, atau mengajukan pertanyaan.
d)        Bersikap objektif dalam memberikan nilai.
e)         Memberikan reward (penghargaan/pujian) kepada siswa yang berprestasi atau berperilaku yang baik, dan memberikan hukuman yang bersifat edukatif kepada siswa yang berperilaku kurang baik.
f)         Mengembangkan sikap toleransi, saling menghargai dan tolong menolong di antara siswa.
5.               Terpadunya daalam program bimbingan dan konseling. Bagi sekolah-sekolah yang sudah melaksanakan program bimbingan dan konseling, pendidikan itu di integrasikan juga kedalam program tersebut. Dalam pelaksanaannya, guru bimbingan dan konseling atau konselor dapat memasukankanya kedalam tempat area/bidang garapan bimbingan, yaitu:
a)      Bimbingan dan Konseling pribadi merupakan proses bantuan kepada individu agar dapat memahami dan menerima dirinya secara positif, dan mengarahkanya secara konstruktif untuk mencapai kematangan pribadi yang mandiri. Tujuan bimbingan dan konseling pribadi terkait dengan pengembangan karakter personal, yaitu siswa mampu mengaktualisasikan karakter berikut dalam kehidupan sehari-hari: kejujuran, kedisiplinan, sel-respect, self-control, Komitmen, kompeten, daya juang, dan estetika.
b)      Bimbingan dan Konseling adalah proses bantuan kepada individu (siswa) agar siswa dapat memahami norma, aturan, atau adat yang dijunjung tinggi dilingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat, dan mampu menyesuaikan diri terhadap norma tersebut secara positif dan konstruktif. Tujuan bimbingan dan konseling sosial terkait dengan pengembangan karakter sosial, yaitu mampu mengaktualisasikan sikap dan perilaku berikut dalam kehidupan sehari-hari: sikap respek terhadap orang lain, empati, altruis, toleransi, sikap bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat.
c)      Bimbingan dan konseling akademik (belajar) adalah proses bantuan untuk memfasilitaskan siswa dalam mengembangkan pemahaman, sikap, dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan masalah-masalah belajar atau akademik.
d)     Bimbingan dan konseling karier adalah proses pemberian bantuan kepada siswa agar memiliki kemampuan untuk menuntaskan tugas-tugas perkembangan kariernya.
6.               Terpadunya dalam kegiatan ektrakurikuler. Pendidikan karakter dapat juga dipadukan kedalam kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, palang merah remaja, olahraga, kesenian, dan kerohanian.
7.               Kerja sama dengan pihak lain. Untuk mengembangkan karakter para siswa, sekolah dapat juga bekerja sama dengan pihak lain, baik instansi pemerintah/swasta, organisasi masyarakat, maupun para pengusaha. Jalinan kerja sama ini semakin dirasakan pentingnya, apabila dikaitkan dengan banyaknya faktor penyebab rusaknya moral atau karakter siswa yang berasal dari luar sekolah.

3.               kelompok teman sebaya (Peer Group)
Menurut Yusuf & Nani (2011: 41) kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi anak mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan dirinya. Melalui kelompok sebaya, anak dapat memenuhi kebutuhannya untuk belajar berinteraksi sosial (berkomunikasi dan bekerja sama), belajar menyatakan pendapat dan perasaan, belajar merespon atau menerima pendapat dan perasaan orang lain, belajar tentang norma-norma kelompok, dan memperoleh pengakuan dan penerima sosial.
Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap anak bisa positif atau negatif. Berpengaruh positif, apabila para anggota kelompok itu memiliki sikap dan perilakunya positif, atau berakhlak mulai. Sementara yang negatif, apabila para anggota kelompoknya berprilaku menyimpang, kurang memiliki tatakrama, atau berakhlak buruk.
Menurut Yusuf  & Nani (2011: 42) untuk mencegah terjadinya penyimpang perilaku remaja, khususnya dalam kelompok teman sebaya, maka diperhatihkan beberapa hal berikut:
a.       orang tua perlu menjalani hubungan yang harmonis antara mereka sendiri (suami-istri) dan mereka dengan anak. Hal ini perlu, karena pada umumnya perilaku menyimpang anak disebabkan oleh keluarga yang tidak harmanis (brokum home).
b.      Orang tua perlu mencurahkan kasih sayang dan perhatian kepada anak. Dengan kasih sayang ini anak merasa betah di rumah, sehingga dia dapat mengurangi perhatiannya untuk bermain keluar.
c.       Orang tua harus menjadi suriteladan dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulai kepada anak, sperti persaudaraan, tolong menolong, dan semangat dalam belajar.
d.      Orang tua berdiskusi dengan anak tentang cara memilih atau bergaul dengan teman.
e.       Sekolah sebagai lingkungan kedua setelah rumah, perlu diciptakan sebagai lingkungan belajar yang memfasilitas perkembang siswa, baik aspek fisik, intelektual, emosi, sosial, maupun moral-spiritual. Untuk itu, penataan sekolah sebagai lingkungan belajar sangatlah penting. Penataan itu menyangkut aspek prasarana dan sarana, seperti ruang kantor, kelas, laboratorium, olahraga, kesenian, atau tempat ibadah dan fasilitas pembelajaran, aspek kebersihan, keindahan, ketertiban, penghijauan, aspek human relationship, seperti hubunganyang harmonis antara pimpinan sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan guru dengan siswa, aspek kualitas pembelajaran, dan suriteladan dari pempinan dan guru-guru dalam berakhlak mulai.


4.               Media Massa
Menurut Yusuf & Nani (2011: 43) salah satu media massa yang dewasa ini sangat menarik perhatian warga dan masyarakat, khususnya anak-anak adalah televisi. Televisi sebagai media massa elektronik mempunyai misi untuk memberikan informasi, pendidikan, dan hiburan kepada para pemirsanya. Dilihat dari sisi ini televisi bisa memberikan dampak positif bagi warga masyarakat (termasuk anak-anak), karena melalui berbagai tayangan yang disajikan mereka memperoleh:
a)             berbagai informasi yang memperluas wawasan pengetahuan tentang berbagai aspek kehiidupan.
b)             Hiburan, baik yang berupa film maupun musik.
c)             Pendidikan, baik yang bersifat umum maupun agama.
Tayangan-tayangan televisi itu disamping memberikan dampak positif, juga telah memberikan dampak negatif terhadap gaya warga masyarakat, terutama anak-anak. Tayangan televisi yang beupa hiburan, baik film maupun musik banyak yang tidak cocok ditonton oleh anak-anak.
Menurut Sigelman & Shaffar yang dikutip oleh Yusuf (2011: 44) mengemukakan bahwa televisi itu memiliki pengaruh yang negatif dan positif. Pengaruh yang negatif ditunjukkan dari hasil penelitian, bahwa anak-anak yang menonton tayangan kekerasan dalam televisi perilakunya cenderung agresif. Sementara itu, televisi juga memberikan pengaruh positif kepada anak, yaitu apabila tayangan yang ditonton anak adalah program yang baik, seperti tayangan procsocial behavior (tingkah laku sosial yang positif, seperti membantu orang lain dan bekerja sama/kooperasi), maka anak cenderung berperilaku prososial.


Menurut Dorothy & Singer yang dikutip Yusuf & Nani (2011: 43) mengemukakan tentang bagaiman membimbing anak dalam menonton televisi (TV), yaitu sebagai berikut:
a.              Kembangkan kebiasaan nonton yang baik sajak awal kehidupan anak.
b.             Doronglah anak untuk menonton program-program khusus secara terencana, bukan menonton sembarangan program. Aktiflah bersama anak disaat menonton program-program terencana tersebut.
c.              Carilah program-program menonjol peran anak dalam kelompok usianya.
d.             Lakukan pembicaraan dengan anak tentang tema-tema yang sensitif. Berilah mereka kesempatan untuk bertanya tentang program tersebut.
e.              Menonton TV hendaknya tidak digunakan untuk mengagnti kegiatan lain.
f.              Seimbang antara aktivitas membaca (belajar) dengan menonton televisi. Anak-anak dapat menindak lanjuti program-program televisi yang menarik.
g.             Bantulah anak dalam mengembangkan jadwal menonton yang seimbang antara program pendidikan, aksi, komedi, seni, fantasi, olahraga, dan seterusnya.
h.             Tunjukkan contoh-contoh positif yang menunjukkan bagaimana etnik (suka bangsa, seperti sunda, jawa, padang, dan suku-suku lainnya) yang bervariasi dan kelompok budaya berkontribusi (memberikan sumbangan) dalam menciptakan suatu masyarakat yang lebih baik.
i.               Tunjukkan contoh-contoh positif dari wanita yang kompeten, baik dirumah maupun dalam profesional.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen”.
lingkungan adalah “keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu”. Faktor lingkungan dapat di paparkan sebagai berikut, yaitu: Lingkungan keluarga dipandang sebagai faktor penentuan utama terhadap perkembangan anak. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah Saw, bersabda:
“Tiap bayi lahir dalam keadaan fitrah (suci). Orang tuanyalah yang membuat ia menjadi Yahudi (jika mereka Yahudi), Nasrani (jika mereka Nasrani), atau Majusi (jika mereka Majusi). Seperti binatang yang lahir sempurna, adakah engkau melihat mereka terluka pada saat lahir” (Aliah B.Purwakania Hasan, 2006).
Lingkungan Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan pelatih dalam rangka membantu para siswa mampu mengembang potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun fisik-motoriknya.
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi anak mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan dirinya. Melalui kelompok sebaya, anak dapat memenuhi kebutuhannya untuk belajar berinteraksi sosial (berkomunikasi dan bekerja sama), belajar menyatakan pendapat dan perasaan, belajar merespon atau menerima pendapat dan perasaan orang lain, belajar tentang norma-norma kelompok, dan memperoleh pengakuan dan penerima sosial.
Media massa salah satu media massa yang dewasa ini sangat menarik perhatian warga dan masyarakat, khususnya anak-anak adalah televisi. Televisi sebagai media massa elektronik mempunyai misi untuk memberikan informasi, pendidikan, dan hiburan kepada para pemirsanya.
B.        Saran
Sebagai calon pendidik, diharapkan agar kita bisa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik kita, supaya kita dapat meningkatkan kualitas belajar mereka.
Demikianlah makalah ini penulis buat, untuk meyempurnakan makalah yang sederhana ini penulis sangat mengharapkan saran dari pembaca agar tersempurnanya makalah ini. Akhir kata mudah-mudahan makalah ini dapat memberi manfaat untuk pemabaca khususnya untuk penulis sendiri. Terimakasih