BAB I
A.
Latar Belakang
Setiap manusia
mengalami pertumbuhan dan perkembangan dan tahap-tahap pertumbuhan dan
perkembangan setiap idividu berbeda. Maka dari itu penulis akan membahas
tentang faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan, yang pertama yaitu faktor
hereditas (keturunan) maksudnya karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau
segala potensi (baik fisik maupun psikis) yang dimiliki individu sejak masa
konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen”.
Yang kedua itu faktor lingkungan. lingkungan itu “keseluruhan
fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang
mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu”. Faktor lingkungan dapat
di paparkan sebagai berikut: lingkungan keluarga, dipandang
sebagai faktor penentuan utama terhadap perkembangan anak. Sebelum anak terjun kemasyarakat dan
sekolah, anak dilingkungan keluar terlebih dahulu yang mendidik anak tersebut
orang tuanya.
Lingkungan sekolah, Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan pelatih dalam
rangka membantu para siswa mampu mengembang potensinya secara optimal, baik
yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun
fisik-motoriknya. Kelompok teman sebaya, Pengaruh
kelompok teman sebaya terhadap anak bisa positif atau negatif. Yang terakhir media massa, salah satunya yaitu televisi
bisa memberikan informasi tentang pendidikan, hiburan dan juga kenegatifan. Akibat kita/pendidik bisa memahami faktor
pertumbuhan dan perkembangan, anak didik akan mudah dalam belajar dan akan
tercapainya sesuatu yang diinginkan
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah:
· Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan?
C.
Tujuan
Adapun tujuan
yang ingin dicapai yaitu:
· Untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.
D.
Manfaat
1.
Bagi mahasiswa
a.
Menambah pengetahuan tentang faktor
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
b.
Meningkatkan kualitas tenaga pendidik dalam
memahami pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
2.
Bagi penyaji
a.
Menambah wawasan tentang faktor genetik.
b.
Menambah wawasan tentang faktor lingkungan
(lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, kelompok teman sebaya dan media
massa)
BAB II
PEMBAHASAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
A.
Faktor Genetika (Hereditas)
Menurut Yusuf
(2011: 21)
hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu.
Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu
yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi (baik fisik maupun
psikis) yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak
orang tua melalui gen-gen”.
Menurut Yusuf
& Nani (2011: 31) pada masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma), seluruh
bawaan hereditas individu dibentuk dari 23 kromosom (pasangan xx) dari ibu dan
23 kromosom (pasangan xy) dari ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat
beribu-ribu gen yang mengandung sifat-sifat fisik dan psikis individu atau yang
menentukan potensi-potensi hereditasinya. Dalam hal ini tidak ada seorang pun
yang mampu menambah atau mengurangi potensi hereditasi tersebut.
Masa dalam
kandungan dipandang sebagai periode yang kritis dalam perkembangan kepribadian
individu, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola-pola kepribadian,
tetapi juga sebagai masa pembentukan kemampuan-kemampuan yang menentukan jenis
penyesuaian individu terhadap kehidupan
setelah kelahiran. Agar janin dalam kandungan pertumbuhannya sehat, maka ibu
yang mengandung perlu memperhatikan kesehatan dirinya, baik fisik maupun
psikis.
Menurut Yusuf
& Nani (2011: 22) pengaruh
gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang
dipengaruhi gen secara langsung adalah:
a)
Kualitas
sistem syaraf.
b)
Keseimbangan
biokimia tubuh.
c)
Struktur
tubuh.
Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan
perkembangan kepribadian adalah:
a)
Sebagai
sumber bahan mentah (raw materials) kepribadian
seperti fisik, inteligensi dan temperamen.
b)
Membatasi
perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungan sangat kondusif,
perkembangan kepribadian itu tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi
hereditas),
c)
Memengaruhi
keunikan kepribadian.
Sehubungan
dengan hal diatas, Menurut Cattel dkk., yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 22)
mengemukakan bahwa “ kemampuan belajara dan penyesuaan diri individu dibatasi
oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri”. Misalnya
kapasitas fisik (perawakan, energi, kekuatan, dan kemenarikannya), dan
kapasitas intelektual (cerdas, normal, atau terbelakang). Meskipun begitu,
batas-batas perkembangan kepribadian, bagaimanapun lebih dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Contoh seorang anak yang tubuhnya kecil (kerdil atau kurus)
mungkin akan mengembangkan “self-concep” yang negatif, apabila dia
berkembang dalam lingkungan sosial yang sangat menghargai ukuran tubuh yang atletis.
Sama halnya dengan seorang wanita yang ukuran tubuh yang atletis. Sama halnya
dengan seorang wanita yang ukuran tubuhnya gendut dan wajahnya tidak cantik,
dia akan merasa inferior (rendah diri), apabila berada dalam lingkungan
yang sangat menghargai wanita dari segi kecantikannya.
Menurut Fauzi
(2004: 98) turunan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak. Ia lahir kedunia ini membawa berbagai ragam warisan (turunan
atau pembawaan) tersebut terpenting antara bentuk:
a.
Bentuk
tubuh dan warna kulit
Salah satu warisan yang di bawa oleh anak sejak lahir adalah
mengenai bentuk tubuh dan warna kulit. Misalnya ada anak yang memiliki bentuk
tubuh gemuk seperti ibunya, wajah seperti ayahnya, rambut kriting dan berwarna kulit
putih seperti ibunya. Bila anak yang berpembawaan gemuk seperti ini,
bagaimanapun susah hidupnya nanti, dia sukar menjadi kurus, tetapi sebaliknya
sedikit saja ia makan, akan mudah menjadi gemuk. Demikian juga dengan rambut
kriting, bagaimanapun berusaha untuk meluruskanya akhirnya akan kembali menjadi
kriting.
b.
Sifat-sifat
Sifat-sifat
yang dimiliki oleh seseorang adalah salah satu aspek yang diwarisi dari ibu,
ayah, atau nenek dan kakek. Bermacam-macam sifat yang dimiliki manusia,
misalnya: penyabar, pemarah, kikir, pemboros,
hemat dan sebagainya.
Sifat-sifat tersebut dibawa manusia sejak lahir. Ada yang dapat dilihat atau
diketahui selagi anak masih kecil dan ada pula yang diketahui sesudah ia besar.
Misalnya sifat keras (pelawan atau bandel) sudah dapat dilihat waktu anak masih
berumur kurang dari satu tahun,
sedangkan sifat pemarah baru dapat diketahui setelah anak lancar berbicara,
yaitu sekitar lima tahun. Sifat atau tabiat berbeda dengan kebiasaan. Sifat sangat
sukar diubah, sedangkan kebiasaan dapat diubah setiap saat bila dikehendaki
dengan sungguh-sungguh. Kebiasaan minum-minuman keras, mabuk, main judi,
mencuri dan sebagainya. Bisa diubah dari diri seseorang.
c.
Intelegensi
Intelegensi
adalah kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian terhadap suatu
situasi atau masalah kemampuan yang bersifat umum tersebut meliputi berbagai
jenis kemampuan psiki, seperti: abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami,
mengingat, berbahasa, dan sebagainya.
d.
Bakat
Bakat
adalah kemampuan khusus yang menonjol di antara berbagai jenis kemampuan yang
dimiliki seseorang. Kemampuan khusus itu biasanya berbentuk keterampilan atau
suatu bidang ilmu, misalnya kemampuan khusus (bakat) dalam bidang seni musik,
seni suara, olahraga, matematika, bahasa, ekonomi, teknik, keguruan, sosial,
agama, dan sebagainya. Seseorang umumnya memiliki bakat tertentu yang terdiri
dari satu atau lebih kemampuan khusus yang menonjol dari bidang lainya. Tetapi
ada juga yang tidak memiliki bakat sama sekali artinya dalam semua bidang ilmu
dan keterampilan dia lemah. Ada pula sebagian orang memiliki bakat serba ada,
artinya hampir semua bidang ilmu dan dan keterampilan, dia mampu menonjol.
Orang seperti itu tergolong istimewa dan sanggup hidup dimana saja.
e.
Penyakit
atau cacat tubuh
Beberapa
penyakit atau cacat tubuh bisa berasal dari turunan, seperti penyakit kebutaan,
syaraf dan luka yang sulit kering (darah terus keluar). Penyakit yang dibawa
sejak lahir akan terus mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani anak.
B. Faktor
Lingkungan
Menurut Yusuf
& Nani (2011: 23) lingkungan adalah “keseluruhan fenomena (peristiwa,
situasi, atau kondisi) fisik/alam atau sosial yang mempengaruhi atau
dipengaruhi perkembangan individu”. Faktor lingkungan dapat di paparkan sebagai
berikut, yaitu:
1.
Lingkungan keluarga
Lingkungan
keluarga dipandang sebagai faktor penentuan utama terhadap perkembangan anak.
Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah Saw,
bersabda:
“Tiap
bayi lahir dalam keadaan fitrah (suci). Orang tuanyalah yang membuat ia menjadi
Yahudi (jika mereka Yahudi), Nasrani (jika mereka Nasrani), atau Majusi (jika
mereka Majusi). Seperti binatang yang lahir sempurna, adakah engkau melihat
mereka terluka pada saat lahir” (Aliah B.Purwakania Hasan, 2006).
Menurut
Yusuf & Nani (2011: 23-24) alasan
tentang pentingnya peranan keluarga bagi
perkembangan anak, adalah:
a.
Keluarga
merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak.
b.
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang mengenal nilai-nilai kehidupan kepada anak.
c.
Orang
tua dan anggota keluarga lainya merupakan “significant
people” bagi perkembangan kepribadian anak.
d.
Keluarga
sebagai institusi yang memfasilitaskan kebutuhan dasar insani (manusiawi), baik
yang bersifat fisik-biologis, maupun sosiopsikologis.
e.
Anak
banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.
Menurut Hamer & Turner yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 24)
peranan
orang tua yang sesuai dengan fase perkembangan anak adalah :
a.
Pada
masa bayi orang tua berperan sebagai
perawat. Ibu dan/atau ayah mempunyai peranan untuk memelihara keberhasilan dan
kesehatan anak, seperti memberikan asupan makanan yang bergizi, memandikan, dan
memakai pakai yang bersih.
b.
Pada
masa kanak-kanak orang tua berperan sebagai pelindung. Pada saat anak sudah
mulai merangkak dan berjalan, orang tua perlu memberikan perhatian ekstra,
untuk menjaga atau melindunginya, karena pada saat itu anak sudah mulai
melakukan eksplorasi lingkungannya. Dia sudah dapat bergerak dari satu tempat
ketempat lain (di dalam atau halaman rumah), dan mencoba untuk memanipulasi
(merabah, menarik, mendorong, atau mengotak-ngatik) benda-benda sehingga
apabila orang tua kurang memperhatikannya, ada kemungkinan anak mengalaman
kecelakan, seperti luka, terpeleset, atau jatuh.
c.
Pada
usia prasekolah orang tua berperan sebagai pengasuh (nurturer). Kertika anak sudah mengijak usia prasekolah, pada
umumnya (terutama yang bertempat tinggal di perkotaan) anak sudah masuk TK atau
RA. Untuk itu orang tua perlu memberikan asuhan atau bimbingan kepada anak,
seperti :
1).
Membiasakan anak untuk memakai pakain sendiri dan makan sendiri.
2). Memelihara kebersihan diri dan lingkunan .
3). Membimbing
cara-cara berhubungan sosial dengan teman di sekolah.
4). Membiasakan anak untuk mengerjakan PR nya
sendiri.
d. Pada masa sekolah dasar orang tua berperan sebagai pendorong (encourager). Anak usia SD sudah memiliki
aktivitas yang cukup banyak, terutama yang terkait dengan bidang akademik dan
sosial (ekstrakurikuler) yang diprogramkan sekolah. Terkait dengan hal itu,
orang tua perlu mamfasilitaskan aktivitas anak terssebut, yaitu dengan cara
memotivasi atau mendorongnya agar anak tetap semangat uktuk aktif mengikuti kegiatan yang diprogramkan sekolah.
e. Pada masa praremaja dan remaja orang tua berperan sebagai konselor
(counselor). Istilah konselor di sini
bukan dimaksudkan seorang profesional yang memberikan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah, tetapi bagaimana orang tua menerapkan sikap dan perlakuan
kepada anak layaknya seperti konselor yang berfungsi sebagai fasilisator dan
motivator bagi anak dalam mencapai perkembangannya. Pada usia remaja,
perkembangan anak sedang mengarahkan ke sikap independen, yaitu keinginan untuk
bebas dari campur tangan orang lian, sehingga dia tidak mau lagi diperlakukan
seperti anak kecil. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih baik dalam
menghadapi anak yang sudah remaja adalah dialog. Contohnya pada saat anak
memilih jurusan disekolah, atau memiliki jurusan disekolah atau memilih jurusan
diperguran tinggi, maka sebaiknya orang tua tidak mendiktenya atau mengharuskan
anak memilih jurusan atau perguruan tinggi tertentu, tetapi mendialogkan
tentang apa jurusan itu, apa persyaratan masuk jurusan itu, mengapa memilih
jurusan itu, dan bagaimana proses pembelajaran dijurusan tersebut.
Menurut
Yusuf (2011: 42)
faktor-faktor lingkungan keluarga yang dipandang mempengaruhi perkembangan anak
yaitu:
a.
Keberfungsian keluarga
Seiring perjalanan hidupnya
yang diwarnai faktor internal (kondisi fisik, psikis, dan moralitas anggota
keluarga) dan faktor eksternal (perubahan sosial-budaya), maka setiap keluarga
mengalami berubahan yang beragam. Ada keluarga yang semakin kokoh dalam menerapkan
fungsinya (fungsional-normal) tetapi ada juga keluarga yang mengalami keretakan
atau ketidak harmonisan (disfungsional/tidak normal). Keluarga yang fungsional (normal) yaitu keluarga yang telah mampu
melaksanakan fungsinya sebagaimna yang sudah dijelaskan. Disamping itu,
keluarga yang fungsional ditandai oleh karakteristik:
1)
Saling
memperhatikan dan mencinta.
2)
Bersikap
terbuka dan jujur.
3)
Orang
tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya.
4)
Ada
“sharing” masalah atau pendapat dianggota keluaraga.
5)
Mampu
berjuang mengatasi masalah hidupnya.
6)
Saling
menyesuaikan diri dan mengakomodasi.
7)
Orang
tua melindungi (mengayomi) anak.
8)
Komunikasi
keluarga berlangsung dengan baik.
9)
Keluarga
memenuhi psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai budaya dan.
10)
Mampu
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Menurut Alexander A. Schneiders yang dikutip oleh Yusuf (2011: 43)
mengemukakan bahwa keluarga
ideal ditandai oleh ciri-ciri:
1)
Minimnya
perselisihan antar orang tua atau orang tua
dengan anak.
2)
Ada
kesempatan untuk menyatakan keinginan.
3)
Penuh
kasih sayang.
4)
Penerapan
disiplin yang tidak keras.
5)
Ada
kesempatan bersifat mandiri dalam berpikir, merasa dan berperilaku.
6)
Saling
menghormati, menghargai (mutual respect) diantara orangtua dengan anak.
7)
Ada konferensi
(musyawarah) keluarga dalam memecahkan masalah.
8)
Menjalani
kebersamaan (kerja sama antar orang tua
dan anak)
9)
Orang tua
memiliki emosi yang stabil.
10)
Berkecukupan
dalam bidang ekonomi.
11)
Mengamalkan
nilai-nilai moral dan agama.
Apabila dalam
suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan funsi-fungsi seperti
telah diuraikan diatas, keluarga tersebut mengalami stagnasi (kemandengan) atau
disfungsi yang pada gilirannya akan merusak kekokohan konstelasi keluarga
tersebut (khususnya terhadap perkembangan pribadi anak).
Menurut Dadang
Hawari yang dikutip oleh Yusuf (2011: 43-44) anak yang dibesarkan dalam keluara
yang mengalami disfungsi mempunyai resiko yang lebih besar untuk berkembang
jiwanya (misalnya, keperibadian anti sosial), dari pada anak yang dibesarkan
dari keluarga yang harmonis dan utuh (sakinah). Ciri-ciri keluarga yang
mengalami disfungsi itu adalah:
a)
Kematian
salah satu atau kedua orang tua.
b)
Kedua
arang tua berpisah atau bercerai (divorce).
c)
Hubungan
kedua orang tua tidak baik (poor marriage).
d)
Hubungan
orang tua dengan anak tidak baik (poor paerent-child relationship).
e)
Suasana
keluarga yang tegang dan tanpa kehangatan (hing tensionand low warmth).
f)
Orangtua
sibuk dan jarang berada dirumah (parent’s absence) dan.
g)
Salah
satu kedua orangtua mempunyai kelayinan atau gangguan kejiwaan (personality
or psychological disorder).
b.
Pola
Hubungan Orangtua-Anak (Sikap atau Perilaku Orangtua terhadap Anak)
Terdapat beberapa sikap atau perlakuan orang tua
terhadap anak yang mempunyai pengaruh tersendiri terhadap keperibadian anak. Menurut Hurlocck dkk., yang dikutip oleh Yusuf (2011: 48-50) pola-pola
tersebut dapat disimak pada tabel berikut.
Tabel 2.1: Sikap atau Perilaku Orang Tua
dan Dampaknya terhadap Kepribadian
Anak
Pola Perilakuan Orang Tua
|
Perilaku Orang Tua
|
Profil Tingkah Laku Anak
|
1.
Overprotection
(terlalu melindungi)
|
1.
Kontak
yang berlebihan dengan anak.
2.
Perawat/emberian
bantuan kepada anak terus menerus, meskipun anak sudah mampu merawat dirinya
sendiri.
3.
Mengawasi
kegiatan anak secara berlebihan.
4.
Memecahkan
masalah anak.
|
1.
Perasaan
tidak aman.
2.
Agresif
dan dengki.
3.
Mudah
merasa gugup
4.
Melarikan
diri dari kenyataan.
5.
Sangat
tergantung.
6.
Ingin
menjadi pusat perhatian.
7.
Bersikap
menyerah
8.
Lemah
dalam “ego strength”, aspiratif
dan toleransi terhadap frustasi.
9.
Kurang
mampu mengendalikan emosi.
10.
Menolak
tanggung jawab.
11.
Kurang
percaya diri.
12.
Mudah
terpengaruh.
13.
Peka
terhadap kritik.
14.
Bersikap
“yes men”
15.
Egois/selfish.
16.
Suka
bertengkar.
17.
Troublemaker (pembuatan onar)
18.
Sulit
dalam bergaul.
19.
Mengalami
“homesick”.
|
2.
Permissiveness
(pembolehan)
|
1.
Memberikan
kebebasan untuk berfikir atau berusaha.
2.
Membuat
anak merasa diterima dan merasa kuat.
3.
Menerima
gagasan/pendapat.
4.
Toleran
dan memahami kelemahan anak.
5.
Cenderung
lebih suka memberi yang diminta anak dari pada menerima.
|
1.
Pandai
mencari jalan keluar.
2.
Dapat
bekerjasama.
3.
Percaya
diri.
4.
Penuntut
dan tidak sabaran.
|
3.
Rejection
(penolakan)
|
1.
Bersikap
masa bodoh.
2.
Bersikap
kaku.
3.
Kurang
memperdulikan kesejahteraan anak.
4.
Menampilkan
sikap permusuhan atau dominasi terhadap anak.
|
1.
Agresif
(mudah marah, gelisa, tidak patuh/keras kepala, suka bertengkar dan nakal)
2.
Submissive
(kurang dapat mengerjakan tugas, pemalu, suka mengasingkan diri, mudah
tersinggung dan penakut)
3.
Sulit
bergaul
4.
Pendiam
5.
Sadis
|
4.
Acceptance (penerimaan)
|
1.
Memberikan
perhatian dan cinta kasih yang halus kepada anak
2.
Menempatkan
anak dalam posisi yang penting di dalam rumah
3.
Mengembangkan
hubungan yang hangat dengan anak
4.
Bersikap
respek terhadap anak
5.
Mendorong
anak untuk menyatakan perasaan atau penapat
6.
Bekomunikasi
dengan anak secara terbuka dan mau mendengarkan masalahnya.
|
1.
Mau
bekerja (kooperatif)
2.
Bersahabat
(friendly)
3.
Loyal
4.
Emosinya
stabil
5.
Ceria
dan bersikap optimis
6.
Mau
menerima tanggung jawab
7.
Jujur
8.
Dapat
dipercaya
9.
Memiliki
perencanaan yang jelas untuk mencapai masa depan.
10.
Bersikap
realitis (memahami kekuatan dan kelemahan dirinya secara objektif)
|
5.
Domination
(Dominasi)
|
Mendominasi
anak
|
1.
Bersikap
sopan dan sangat berhati-hati
2.
Pemalu,
penurut, inferior, dan mudah bingung
3.
Tidak
dapat bekerjasama
|
6.
Submission (penyerahan)
|
1.
Senantiasa
memberikan sesuatu yang dimintah anak
2.
Memberikan
anak berperilaku semuanya di rumah
|
1.
Tidak
patuh
2.
Tidak
bertanggung jawab
3.
Agresif
dan teledor/lalai
4.
Bersikap
otoriter
5.
Terlalu
percaya diri.
|
7.
Punitiveness/
Overdiscipline
(terlalu
disiplin)
|
1.
Mudah
memberikan hukuman
2.
Menanamkan
kedisiplinan secara keras
|
1.
Impulsif
2.
Tidak
dapat mengambil keputusan
3.
Nakal
4.
Sikap
bemusuhan atau agresif
|
Menurut Baumrind yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 28) mengemukakan hasil penelitiannya melalui observasi dan
wawancara terhadap siswa TK (Taman Kanak). Penelitian ini dilakukannya, baik
dirumah maupun disekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya
perlakuan orang tua (parenting style) dan kontribusi terhadap kompetensi
sosial, emosional, dan intelektual siswa. Hasil penelitian dapat disimak pada
tabel dibawah ini:
Tabel 2.2: Dampak Parenting Style terhadap Perilaku Anak
Parenting Style
|
Sikap atau Prilaku Oarang Tua
|
Profil Prilaku Anak
|
1.
Aunthoritarian
|
1.
Sikap
“acceptance” rendah, namun kontrolnya tinggi.
2.
Suka
menghukum secara fisik
3.
Besikap
mengomando (memerintah/mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa
kompromi)
4.
Bersikap
kaku (keras)
5.
Cenderung
emosional dan bersikap menolak.
|
1.
Mudah
tersinggung
2.
Penakut
3.
Pemurung
4.
Mudah
terpengaruh
5.
Mudah
stres
6.
Tidak
mempunyai arah masa depan yang jelas
7.
Tidak
bersahabat
|
2.
Permissive
|
1.
Sikap
“acceptance” nya tinggi, namun kontrolnya rendah.
2.
Memberikan
kebebasan kepada anak untuk menyatakan keinginan
|
1.
Bersikap
impulsif dan agresif
2.
Suka
memberontak
3.
Kurang
memiliki rasa percaya diri dan mengendalikan diri
4.
Suka
mendominasi
5.
Tidak
jelas arah hidupnya
6.
Prestasi
rendah
|
3.
authoritative
|
1.
sikap
“acceptance” dan kotrolnya tinggi
2.
bersikap
responsif terhadap kebutuhan anak
3.
mendorong
anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyan
4.
memberikan
penjelaskan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk.
|
1.
Bersikapbersahabat
2.
Memiliki
rasa percaya diri
3.
Mampu
mengendalikan diri (seltf control)
4.
Bersikap
span
5.
Mau
bekerja sama
6.
Memilki
rasa ingin tahunya yang tinggi
7.
Mempunyai
arah atau tujuan hidup yang jelas
8.
Berorientasi
terhadap prestasi.
|
2. Lingkungan sekolah
Menurut
Yusuf & Nani (2011: 30) sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal yang
secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan pelatih dalam
rangka membantu para siswa mampu mengembang potensinya secara optimal, baik
yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun
fisik-motoriknya.
Menurut
Yusuf & Nani (200: 30) beberapa
faktor sekolah yang berkontribusi positif
terhadap perkembangan siswa atau anak diantaranya:
a)
Kejelasan
visi, misi, dan tujuan yang akan dicapai.
b)
Pengelolaan
atau manajerial yang profesional.
c)
Para
personel sekolah memiliki komitmen yang tinggi terhadap visi, misi, tujuan sekolah.
d)
Para
personal sekolah memiliki semangat kerja yang tinggi, merasa senang, disiplin,
dan rasa tanggung jawab.
e)
Para
guru memiliki kemampuan akademik dan profesi yang menandai.
f)
Sikap
dan perilaku guru terhadap siswa, memberikan kesempatan kepada kepada siswa
untuk berpendapat atau bertanya.
g)
Para
guru menampilkan perannya sebagai guru dalam cara-cara yang selaras dengan
harapan siswa, begitupun siswa menampilkan perannya sebagai siswa dalam
cara-cara yang selaras dengan harapan guru.
h)
Tersedia
sarana-prasarana yang memadai, seperti: kantor kepala dan guru, ruang kelas,
ruang laboratorium (praktikum),
perlengkapan kantor, perlengkapan belajar, perpustakaan, alat peraga, halam
sekolah, dan fasilitas bermain, tempat beribadah, dan toilet.
i)
Suasana
hubungan sosio-emosional antar pimpinan sekolah, guru-guru, siswa, petugas
administrasi, dan orang tua siswa berlangsung secara harmonis.
j)
Para
personel sekolah merasa nyaman dalam bekerja karena terpenuhi kesejahteraan
hidup.
Menurut
Sigelman & Shaffer yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 31) mengemukakan
tentang kinerja guru yang efektif, yaitu mampu menciptakan lingkungan belajar
disekolah sebagai berikut:
a)
Menekankan
pencapaian akademik (keberhasilan belajar) dengan cara memberikan pekerjaan
rumah, dan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tercantum
dalam kurikulum.
b)
Mengelola
aktivitas kelas secara efektif dengan mengkreasi tugas-tugas namun senantiasa
dalam suasana yang menyenangkan, seperti memberikan instruksi tugas secara
jelas, mendorong siswa untuk mengerjakan tugas, dan memberikan reward kepada
siswa yang hasil kerjanya bagus.
c)
Mengelola
masalah kedisiplinan secara efektif (menangani anak bermasalah dengan baik,
tanpa memberikan hukuman secara fisik).
d)
Membangun
kerja sama dengan guru lain sebagai suatu tim kerja yang secara bersama
berusaha mencapai tujuan kurikulu.
Seiring
dengan program pemerintah mengenai pendidikan karakter, maka sekolah memiliki
tanggung jawab untuk merialisasikannya melalui pengintergrasian pendidikan
karakter tersebut ke dalam program pendidikan secara keseluruhan. Sebagai
lembaga pendidikan, sekolah diharapkan menjadi ”centre
of nation character building” (pusat pembangunan karakter bangsa). Pendidikan
karakter ini bukan mata pelajaran, tetapi nilai-nilai karakter itu harus
ditanamkan kepada peserta didik melalui proses pembelajarn dikelas maupun
diluar kelas. Untuk memahami apa itu karakter, karakter apa yang perlu dikembangkan
dan bagaimana mengembangankanya, berikut
paparannya:
a.
Pengertian
karakter
Menurut
Kemendiknas yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 32-33) menjelaskan bahwa karakter adalah “watak,
tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang berbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebijakan (vertues) yang diyakini dan digunakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.
Kebijakan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani
bertindak, dapat dipercaya, dan kepada orang lain”. Interaksi seseorang dengan
orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.
b.
Karakter
yang dikembangkan
Menurut
Kemendiknas yang dikutip oleh Yusuf & Nani (2011: 33) menyatakan bahwa
nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa di identifikasi
dari sumber-sumber berikut:
1)
Agama:
masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan
individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan
kepercayaan.
2)
Pancasila:
negara kesatuan Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidup kebangsaan
dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Artinya, nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakat, budaya, dan seni.
3)
Budaya:
sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang
tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu.
4)
Tujuan
pendidikan nasional: sebagai rumusan
kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia,dikembangkan oleh
berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur.
c. Strategi pengembangan disekolah dijelaskan pada paparan berikut:
1.
Menciptakan
iklim religius kondusif: strategi ini dimaksud adalah bahwa sekolah, dalam hal
ini pihak pimpinan sekolah, guru-guru, dan staf sekolah lainya perlu memiliki
komitmen yang sama untuk merealisasikan (mengamalkan) nilai-nilai agama atau
ketakwaan pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dalam proses pendidikan di sekolah.
2.
Menata iklim sosio-emosional. Sekolah merupakan lingkungan yang
diharapkan dapat mengembangkan kompetensi sosial siswa. Untuk itu sekolah perlu
memfungsikan dirinya sebagai lingkungan yang mendukung berkembangnya kedua
kompetensi tersebut.
3.
Membangun budaya akademik. Sekolah sebagai lembanga pendidikan perlu
membangun budaya akademik dikalangan para siswa. Yang dimaksud dengan budaya
akademik disini adalah merujuk kepada sikap mental, kebiasaan, dan perilaku
yang terkait dengan proses pengembangan intelektual, dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Termasuk didalam aspek kejujuran akademik (tidak
mencontek atau menjadi plagiator), dan etos pelajar sepanjang hayat, yang
diwujudkan dalam aktivitas kedisiplinan belajar, kebiasan membaca buku,
mengerjakan tugas-tugas tepat waktu, dan mencari informasi dari berbagi media
(cetak dan elektronik) yang terkait dengan materi pelajaran atau ilmu
pengetahuan lainnya yang positif.
4.
Terpadunya dengan proses pembelajaran. Pendidikan karakter bukan mata
pelajaran, tetapi setiap guru dituntut untuk menanamkan nilai-nilai karakter
(akhlak mulia) itu kepada para siswa. Cara yang dapat ditempuh oleh guru dalam
menanamkan karakter tersebut, diantaranya adalah:
a)
Memberikan teladan kepada siswa dalam berturut kata yang santun, berpakaian yang bersih dan sopan (menutup
aurat bagi yang muslim), dan disiplin dalam mengajar.
b)
Mengaitkan nilai-nilai karakter dengan materi pelajaran.
c)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukakan pendapat, atau
mengajukan pertanyaan.
d)
Bersikap objektif dalam memberikan nilai.
e)
Memberikan reward (penghargaan/pujian) kepada siswa yang berprestasi
atau berperilaku yang baik, dan memberikan hukuman yang bersifat edukatif
kepada siswa yang berperilaku kurang baik.
f)
Mengembangkan sikap toleransi, saling menghargai dan tolong menolong di
antara siswa.
5.
Terpadunya daalam program bimbingan dan konseling. Bagi sekolah-sekolah
yang sudah melaksanakan program bimbingan dan konseling, pendidikan itu di
integrasikan juga kedalam program tersebut. Dalam pelaksanaannya, guru
bimbingan dan konseling atau konselor dapat memasukankanya kedalam tempat area/bidang
garapan bimbingan, yaitu:
a) Bimbingan dan Konseling pribadi merupakan
proses bantuan kepada individu agar dapat memahami dan menerima dirinya secara
positif, dan mengarahkanya secara konstruktif untuk mencapai kematangan pribadi
yang mandiri. Tujuan bimbingan dan konseling pribadi terkait dengan
pengembangan karakter personal, yaitu siswa mampu mengaktualisasikan karakter
berikut dalam kehidupan sehari-hari: kejujuran, kedisiplinan, sel-respect,
self-control, Komitmen, kompeten, daya juang, dan estetika.
b) Bimbingan dan Konseling adalah proses
bantuan kepada individu (siswa) agar siswa dapat memahami norma, aturan, atau
adat yang dijunjung tinggi dilingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat, dan
mampu menyesuaikan diri terhadap norma tersebut secara positif dan konstruktif.
Tujuan bimbingan dan konseling sosial terkait dengan pengembangan karakter
sosial, yaitu mampu mengaktualisasikan sikap dan perilaku berikut dalam
kehidupan sehari-hari: sikap respek terhadap orang lain, empati, altruis,
toleransi, sikap bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat.
c) Bimbingan dan konseling akademik (belajar)
adalah proses bantuan untuk memfasilitaskan siswa dalam mengembangkan
pemahaman, sikap, dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan
masalah-masalah belajar atau akademik.
d) Bimbingan dan konseling karier adalah
proses pemberian bantuan kepada siswa agar memiliki kemampuan untuk menuntaskan
tugas-tugas perkembangan kariernya.
6.
Terpadunya dalam kegiatan ektrakurikuler. Pendidikan karakter dapat juga
dipadukan kedalam kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, palang merah
remaja, olahraga, kesenian, dan kerohanian.
7.
Kerja sama dengan pihak lain. Untuk mengembangkan karakter para siswa,
sekolah dapat juga bekerja sama dengan pihak lain, baik instansi
pemerintah/swasta, organisasi masyarakat, maupun para pengusaha. Jalinan kerja
sama ini semakin dirasakan pentingnya, apabila dikaitkan dengan banyaknya
faktor penyebab rusaknya moral atau karakter siswa yang berasal dari luar
sekolah.
3.
kelompok teman sebaya (Peer Group)
Menurut Yusuf
& Nani (2011: 41) kelompok
teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi anak mempunyai peranan yang cukup
penting bagi perkembangan dirinya. Melalui kelompok sebaya, anak dapat memenuhi
kebutuhannya untuk belajar berinteraksi sosial (berkomunikasi dan bekerja
sama), belajar menyatakan pendapat dan perasaan, belajar merespon atau menerima
pendapat dan perasaan orang lain, belajar tentang norma-norma kelompok, dan
memperoleh pengakuan dan penerima sosial.
Pengaruh
kelompok teman sebaya terhadap anak bisa positif atau negatif. Berpengaruh
positif, apabila para anggota kelompok itu memiliki sikap dan perilakunya
positif, atau berakhlak mulai. Sementara yang negatif, apabila para anggota
kelompoknya berprilaku menyimpang, kurang memiliki tatakrama, atau berakhlak
buruk.
Menurut Yusuf & Nani (2011:
42) untuk mencegah terjadinya penyimpang perilaku remaja, khususnya dalam
kelompok teman sebaya, maka diperhatihkan beberapa hal berikut:
a.
orang
tua perlu menjalani hubungan yang harmonis antara mereka sendiri (suami-istri)
dan mereka dengan anak. Hal ini perlu, karena pada umumnya perilaku menyimpang
anak disebabkan oleh keluarga yang tidak harmanis (brokum home).
b.
Orang
tua perlu mencurahkan kasih sayang dan perhatian kepada anak. Dengan kasih
sayang ini anak merasa betah di rumah, sehingga dia dapat mengurangi
perhatiannya untuk bermain keluar.
c.
Orang
tua harus menjadi suriteladan dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulai kepada
anak, sperti persaudaraan, tolong menolong, dan semangat dalam belajar.
d.
Orang
tua berdiskusi dengan anak tentang cara memilih atau bergaul dengan teman.
e.
Sekolah
sebagai lingkungan kedua setelah rumah, perlu diciptakan sebagai lingkungan
belajar yang memfasilitas perkembang siswa, baik aspek fisik, intelektual,
emosi, sosial, maupun moral-spiritual. Untuk itu, penataan sekolah sebagai
lingkungan belajar sangatlah penting. Penataan itu menyangkut aspek prasarana
dan sarana, seperti ruang kantor, kelas, laboratorium, olahraga, kesenian, atau
tempat ibadah dan fasilitas pembelajaran, aspek kebersihan, keindahan, ketertiban,
penghijauan, aspek human relationship, seperti hubunganyang harmonis antara pimpinan sekolah dengan
guru, guru dengan guru, dan guru dengan siswa, aspek kualitas pembelajaran, dan
suriteladan dari pempinan dan guru-guru dalam berakhlak mulai.
4.
Media Massa
Menurut Yusuf
& Nani (2011: 43) salah satu
media massa yang dewasa ini sangat menarik perhatian warga dan masyarakat,
khususnya anak-anak adalah televisi. Televisi sebagai media massa elektronik
mempunyai misi untuk memberikan informasi, pendidikan, dan hiburan kepada para
pemirsanya. Dilihat dari sisi ini televisi bisa memberikan dampak positif bagi
warga masyarakat (termasuk anak-anak), karena melalui berbagai tayangan yang
disajikan mereka memperoleh:
a)
berbagai
informasi yang memperluas wawasan pengetahuan tentang berbagai aspek kehiidupan.
b)
Hiburan,
baik yang berupa film maupun musik.
c)
Pendidikan,
baik yang bersifat umum maupun agama.
Tayangan-tayangan televisi itu disamping memberikan dampak positif,
juga telah memberikan dampak negatif terhadap gaya warga masyarakat, terutama anak-anak.
Tayangan televisi yang beupa
hiburan, baik film maupun musik banyak yang tidak cocok ditonton oleh
anak-anak.
Menurut Sigelman & Shaffar yang dikutip oleh Yusuf (2011: 44)
mengemukakan bahwa televisi itu memiliki pengaruh yang negatif dan positif.
Pengaruh yang negatif ditunjukkan dari hasil penelitian, bahwa anak-anak yang
menonton tayangan kekerasan dalam televisi perilakunya cenderung agresif.
Sementara itu, televisi juga memberikan pengaruh positif kepada anak, yaitu
apabila tayangan yang ditonton anak adalah program yang baik, seperti tayangan procsocial behavior (tingkah laku sosial
yang positif, seperti membantu orang lain dan bekerja sama/kooperasi),
maka anak cenderung berperilaku prososial.
Menurut Dorothy & Singer yang dikutip
Yusuf & Nani (2011: 43)
mengemukakan tentang bagaiman membimbing anak dalam menonton televisi (TV),
yaitu sebagai berikut:
a.
Kembangkan
kebiasaan nonton yang baik sajak awal kehidupan anak.
b.
Doronglah
anak untuk menonton program-program khusus secara terencana, bukan menonton
sembarangan program. Aktiflah bersama anak disaat menonton program-program
terencana tersebut.
c.
Carilah
program-program menonjol peran anak dalam kelompok usianya.
d.
Lakukan
pembicaraan dengan anak tentang tema-tema yang sensitif. Berilah mereka kesempatan
untuk bertanya tentang program tersebut.
e.
Menonton
TV hendaknya tidak digunakan untuk mengagnti kegiatan lain.
f.
Seimbang
antara aktivitas membaca (belajar) dengan menonton televisi. Anak-anak dapat
menindak lanjuti program-program televisi yang menarik.
g.
Bantulah
anak dalam mengembangkan jadwal menonton yang seimbang antara program
pendidikan, aksi, komedi, seni, fantasi, olahraga, dan seterusnya.
h.
Tunjukkan
contoh-contoh positif yang menunjukkan bagaimana etnik (suka bangsa, seperti
sunda, jawa, padang, dan suku-suku lainnya) yang bervariasi dan kelompok budaya
berkontribusi (memberikan sumbangan) dalam menciptakan suatu masyarakat yang
lebih baik.
i.
Tunjukkan
contoh-contoh positif dari wanita yang kompeten, baik dirumah maupun dalam
profesional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hereditas
merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini
hereditas diartikan sebagai “totalitas karakteristik individu yang
diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi (baik fisik maupun
psikis) yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak
orang tua melalui gen-gen”.
lingkungan
adalah “keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik/alam atau
sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan individu”. Faktor
lingkungan dapat di paparkan sebagai berikut, yaitu: Lingkungan
keluarga dipandang sebagai faktor penentuan utama terhadap perkembangan anak.
Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah Saw,
bersabda:
“Tiap bayi lahir dalam keadaan fitrah (suci). Orang tuanyalah yang
membuat ia menjadi Yahudi (jika mereka Yahudi), Nasrani (jika mereka Nasrani),
atau Majusi (jika mereka Majusi). Seperti binatang yang lahir sempurna, adakah
engkau melihat mereka terluka pada saat lahir” (Aliah B.Purwakania Hasan,
2006).
Lingkungan
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan pelatih dalam
rangka membantu para siswa mampu mengembang potensinya secara optimal, baik
yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, sosial, maupun
fisik-motoriknya.
Kelompok teman
sebaya sebagai lingkungan sosial bagi anak mempunyai peranan yang cukup penting
bagi perkembangan dirinya. Melalui kelompok sebaya, anak dapat memenuhi
kebutuhannya untuk belajar berinteraksi sosial (berkomunikasi dan bekerja
sama), belajar menyatakan pendapat dan perasaan, belajar merespon atau menerima
pendapat dan perasaan orang lain, belajar tentang norma-norma kelompok, dan
memperoleh pengakuan dan penerima sosial.
Media massa salah
satu media massa yang dewasa ini sangat menarik perhatian warga dan masyarakat,
khususnya anak-anak adalah televisi. Televisi sebagai media massa elektronik
mempunyai misi untuk memberikan informasi, pendidikan, dan hiburan kepada para
pemirsanya.
B. Saran
Sebagai calon pendidik, diharapkan agar kita bisa
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik kita, supaya kita dapat meningkatkan kualitas belajar mereka.
Demikianlah makalah ini penulis buat, untuk
meyempurnakan makalah yang sederhana ini penulis sangat mengharapkan saran dari
pembaca agar tersempurnanya makalah ini. Akhir kata mudah-mudahan makalah ini
dapat memberi manfaat untuk pemabaca khususnya untuk penulis
sendiri. Terimakasih
Kak. Bisa minta file asli yang itu nggak? Sama sumbernya tolong cantumin.
BalasHapus